saat ini makin bermunculan segolongan manusia yg
dengan mudah-nya menilai sesuatu secara spontan dan instan. tanpa melihat lebih
dalam, mereka mudah sekali menilai dan menetapkan ijtihad pribadi di
kalangan manusia yg terkesan nyeleneh. karena mudahnya berijtihad maka tidak
heran golongan manusia ini akan dengan mudah-nya memvonis golongan lain yg
tidak sefaham dengannya. Mungkin tujuan mereka berijtihad dan berfatwa
itu adalah baik, demi maslahat dan kehati-hatian. namun apabila hal ini
dilakukan tanpa ilmu yg memadai, tanpa bermusyawarah dengan orang2 yg kompeten,
dan sembrono (di depan umum) maka yg terjadi adalah syubhaat atau kerancuan. Bahkan
bisa juga memicu ketidakrukunan dan suuzhon. Hal2 sepele ini tidak memberi
manfaat dan keberkahan, melainkan dosa.
Kriteria Bid’ah.
Menurut Imam Asy-Syatibi dalam I’tishom, bid’ah
bukan saja penambahan terhadap syariat/kententuan dalam agama, khususnya yang
berkaitan dengan ibadah mahdhoh (ibadah murni), tetapi juga pengurangan dan
modifikasi terhadap perkara ibadah mahdhoh tersebut. Bahkan menurutnya, orang
yang mengerjakan bid’ah, secara tidak sadar, orang itu telah jatuh dalam
kekufuran. Sebagaimana dalil berikut:
“Allah tidak akan menerima puasanya
orang yang berbuat bid’ah: shalatnya, shodaqohnya, hajinya, umrahnya, jihadnya,
amalan wajib-unya, dan amalan sunnahnya, ia keluar dari islam sebagaimana
keluarnya helai rambut dari tepung adonan (HR. Ibnu Maajah)”
“Allah menolak untuk menerima amal
perbuatan bid’ah hingga dia meninggalkan bid’ahnya. (HR.Ibnu Maajah)”
Imam Muhammad Abdurrohman Al-Mubarokfuri (salah
satu ahli hadits asal India), yang menyusun kitab syarah Sunan at-Tirmidzi,
menerangkan lebih gamblang lagi bahwa bid’ah adalah suatu jalan di dalam agama
yang dibuat-buat tanpa dalil, yang menyerupai syariat agama, yang diyakini bahwa
hal tersebut lebih afdhol. Yakni semua perbuatan yang menyerupai ibadah namun
tidak ada dalilnya atau dasar dalilnya dari Al Quran, Al Hadits, maupun fatwa
Khulafaur-Rosyidiin. Biasanya orang yang mengerjakannya bertujuan supaya lebih
khusu’ atau lebih mantap. Pengertian bid’ah ini terbatas pada bentuk ibadah
mahdhoh (ibadah murni) semisal sholat, wudhu, adzan, puasa, haji, dan
lain-lain. Adapun bid’ah idhofiyyah merupakan bid’ah yg tercipta dari dua sisi.
Satu sisi mempunyai kebaikan, dimana satu sisi yg lain mempunyai ibadah ritual
tertentu yg telah ditetapkan. Semisal yasinan dan tahlilan jika ada seseorang
yg meninggal. Bagi sebagian pengikut “madzhaab” hal seperti ini diyakini
sebagai suatu kewajiban dan keharusan. Maka tidak heran jika hal-hal semacam
ini dinilai sebagai syariat baru.
Adapun kebiasaan, tidak harus selalu dikaitkan
dengan bid’ah. hanya dengan alasan: “kan nggak ada hadits-nya”, maka kebiasaan-
kebiasaan tertentu bisa dianggap bid’ah?. tidak juga, karena seharusnya kita mengerti
bahwa suatu kebiasaan yg tidak ada hubungannya dengan penambahan, pengurangan,
dan pemodifikasian terhadap suatu ibadah mahdhoh, jelas bukan bid’ah. kebiasaan
yg dilakukan seseorang padahal itu bukanlah kebiasaan Rasulullah SAW, juga
tidak serta merta jadi suatu bentuk bid’ah.
Fenomena kebiasaan para jamaah ber-maaf2an di
awal Ramadhan atau di akhir Ramadhan, atau kebiasaan mudik ke kampung halaman
utk silaturrahim kepada sanak famili. hal ini tidak bisa serta merta dibilang
sebagai bid’ah (pembaharuan dlm agama). karena hal ini didasari bukan karena
keyakinan bahwa hal tersebut adalah wajib dikerjakan, melainkan didasari karena
targhib
atau istihbaab
(kesenangan) saja. dalam kata lain, hal tersebut biasanya dilakukan atas dasar
memanfaatkan kesempatan.
jika dengan mudah-nya kebiasaan- kebiasaan baik
itu dikatakan bid’ah, mengapa kebiasaan Bilal bin Rabah melakukan sholat sunnah
2 rakaat setelah berwudhu tidak dikatakan bid’ah?. padahal Rasulpun tahu hal
ini setelah Mi’raj dan beliau tidak membid’ahkan kebiasaan unik sahabat Bilal?
Mengapa kebiasaan imam Bukhori yg selalu
melakukan sholat sunnah 2 rakaat sebelum memasukkan sebuah hadits ke dalam
kitabnya, tidak dianggap bid’ah? padahal hal ini tidak pernah dicontohkan
Rosul? apakah imam Bukhori tidak mengerti batas- batas bid’ah?
Sobat, banyak kebiasaan baik dan ibadah2 sunnah
tathowwu (tambahan) yg bisa dikerjakan walaupun Rosul tidak pernah melakukan.
contoh-nya anda beramar makruf di facebook, milis, atau dunia maya. siapa
bilang hal ini diajarkan oleh Rasul? siapa bilang hal ini tidak berpahala?
Jangan lupa, dalam hadits yg diriwayatkan oleh
Aisyah RA menerangkan bahwa Nabiyulloh senang dengan kebiasaan- kebiasaan kecil
namun rutin/terbiasa dikerjakan. dan kebiasaan- kebiasaan baik sebagai tambahan
pahala ini adalah umum (ijma), tidak spesifik diterangkan Nabi saw harus yg
seperti ini ini ini, atau begini begini begini.
Seperti saling meminta maaf (halal bi halal),
Nabiyulloh sendiri tidak memperinci bagaimana prakteknya. karena itu bukanlah
ibadah mahdhoh semisal sholat, atau haji ke baitulloh. Tapi yg jelas, saling
memaafkan itu adalah kelakuan/kebiasaan orang iman. Sebagaimana tercermin dari
percakapan antara Raja Heraclius dan Abu Sufyan (sebelum masuk islam):
Dia (Raja Hiroqla/Heraclius/Hercules) bertanya
lagi:
“Apa yang diperintahkannya kepada
kalian? ”Aku (Abu Sufyan) jawab: “Dia menyuruh kami; ‘Sembahlah Allah dengan
tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan tinggalkan apa yang dikatakan
oleh nenek moyang kalian (berhala). Dia (Muhammad saw) juga memerintahkan kami
untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan
menyambung silaturrahim”. (HR Bukhori)
Maka sekali lagi jangan terpengaruh dengan orang-orang gemar melontarkan hal-hal
bid’ah, namun hakikatnya ia sendiri belum mengerti apa yg mereka katakan.
nah yg nama-nya biasa/rutin itu bisa setiap saat, setiap hari, setiap minggu,
setiap bulan, setiap tahun… adapun kebiaaan/kerutinan tidak disebutkan secara
saklek (ma’nawi).
dalam kaidah fiqih pun dijelaskan oleh imam Ahmad bin Hanbal:
HUKUM ASAL KEBIASAAN ADALAH MUBAH
والأصل في عاداتنا اﻹباحة حتى يجيء صارف اﻹباحة
Hukum asal adat (kebiasaan) adalah ibahah (mubah), sampai datang (sesuatu) yang
memalingkan ibahah itu.
HUKUM ASAL IBADAH MAHDHOH/SYARIAT ADALAH HARAM
وليس مشروعا من الأمور غير الذي في شرعنا مذكور
Tidaklah suatu perkara disyari’atkan selain yang telah disebutkan dalam
syari’at (islam)
So, mudah2an kita semua bisa membedakan mana bid’ah, mana kebiasaan baik.
demikian, smg barokah.
.