akar keikhlasan yg tertancap dalam hati orang2 lemah jauh lebih mudah bertahan dibandingkan keikhlasan yg terus diterpa angin ketenaran & tererosi dgn bisikan2 nafsu. Orang2 kuat menjadi mulia jika mereka memuliakan orang lemah. Orang2 kaya tdk akan mendapat cinta Allah jika tda menyantuni orang2 yg tdk berdaya.

Jumat, 12 Agustus 2011

Renungan: Adakah akhirat?

Ada sebuah cerita yang menarik tentang seorang manusia ketika dibangkitkan dari kematiamnnya. Ia marah marah:

hei siapaa yang berani membangunkan aku?

Namun ia terkejut karena baru menyadari bahwa ia telah berada di akhirat. Anehnya mata yang tadinya melotot dan wajah yang ketakutan tiba-tiba  berubah menjadi tersenyum dan cengar cengir. Orang-orang yang berada di sampingnya pun terheran-heran, kemudian ada yang bertanya: 

hei kenapa anda malah tersenyum? Bukankah ini hari celaka kita? Terkutuklah kita larena ternyata tuhan itu ada dan akhirat itu benar”.

Dia menjawab:“Ups!sori lah ya! Aku dulu kelihatannya beriman kok. Ya untuk jaga jaga klo tternyata cerita tentang tuhan itu benar dan akhirat itu ada. He….he… ternyta benar kan?

Orang yang lain menimpali:”lho!! Anda tuh sama dengan kmi… apa belum baca tulisan di dana?
Ia baru tersadar ternyata dirinya dikelompokkan bersama yang lainnya di tempat yang bertuliskan:

ORANG ORANG YANG TIDAK BERIMAN KEPADA ALLAH DAN AKHIRAT.

Dan akhirnya wajah orang itu berubahseperti raut muka orang-orang di sekitarnya. Pucat pasi ketakutan karena menyadari bahwa sebentar lagi mereka akan mendapat murka dari Allah.

Nah saudaraku yang pintar, itu hanyalah salah satu cerita yang direka untuk mengingatkan kita semua akan adanya akhirat. Bukan hanya untuk mengingatkan orang yang tidak beriman akan akhirat, namun juga orang-orang yang mengaku beriman dengan keyakinan kurang dari 100% akan adanya akhirat. Atau dengan kata lain cerita untuk mengingatkan orang yang menganggap akhirat itu hanyalah cerita yang menakutkan dan belum tentu benar adanya.

Rabu, 10 Agustus 2011

Alhamdulillah Ramadhan datang lagi



Bulan terus berganti dalam kegersangan hati yang kian menumpuk diantara masyarakat. Begitu banyak masalah dengan gejolak tipuan dan fitnah yang tiada henti, yang merusak hati dan memberikan dampak buruk pada generasi muda yang baru saja belajar untuk mengepakkan sayapnya dalam melayari hidup yang keras dalam persaingan nafsu yang ingin  menguasai dunia ini.

Alhamdulillah ... mudah2an kegersangan duniawi ini menjadi sedikit tenang dan nyaman dengan hembusan kemuliaan bulan yang suci ini yaitu Ramadhan yang kian dekat menghampiri kita di tahun yang penuh kisruh ini. Ramadhan, dimana perintah Puasa diberikan kepada setiap hamba yang beriman, merupakan penyejuk jiwa dalam rangka membersihkan hati dan diri dari nafsu dunia yang kian kuat mengekang diri setiap hamba yang membiarkan dirinya larut dengan hiruk pikuk kehidupan yang seolah olah lebih penting daripada kehidupan akhirat.

Puasa yang merupakan kewajiban bagi kita untuk dilaksanakan dibulan penuh rahmat ini, sesungguhnya mengajarkan manusia untuk lebih bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Karena selain menahan lapar dan haus, Puasa juga mengajarkan manusia untuk bersabar dalam mengekang hawa nafsunya.

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS Al Baqarah 2 : 185)

Meskipun Puasa yang diwajibkan dibulan Ramadhan ini hanya dijalankan selama kurang lebih sebulan saja, namun berkah yang diberikan Allah kepada manusia yang menjalankan ibadah Puasa ini tidak dapat dinilai, karena begitu banyak kebaikan yang diberikan Allah kepada ummat yang melaksanakannya.
Bahkan perintah puasa yang diberikan Allah melalui firmanNya dalam Al Qur'an dimulai dengan kata kata penuh Rahman agar manusia melaksanakan puasa itu dengan taat.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah 2 : 183)

Puasa merupakan berkah yang Allah berikan kepada siapa saja yang mau patuh dan ta'at atas perintahNya, demi kepentingan manusia itu sendiri, yaitu untuk menjadi manusia yang bertakwa.

“Diriwayatkan dari Sahl bin Saad ra katanya : Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya di dalam Surga itu terdapat pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat kelak. Tidak boleh masuk seorangpun kecuali mereka. Kelak akan ada pengumuman: Di manakah orang yang berpuasa? Mereka lalu berduyun-duyun masuk melalui pintu tersebut. Setelah orang yang terakhir dari mereka telah masuk, pintu tadi ditutup kembali. Tiada lagi orang lain yang akan memasukinya” (Bukhari-Muslim)

Puasa membuat manusia menjadi lebih tenang dan sabar dalam menjalani kehidupan, sehingga tidak dikuasai oleh emosi dan keegoan diri yang selama ini mengungkung manusia dalam keindividualan yang tak mau tahu dengan kesusahan orang lain. Kesibukan dalam memikirkan diri sendiri ini menyebabkan kita menjadi kurang peka terhadap penderitaan orang lain serta kadang kadang membuat kesombongan diri muncul kepermukaan karena terlena oleh nikmat hidup yang dijalani selama ini, sehingga terlupa bahwa kehidupan didunia ini hanyalah sementara saja.

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra katanya : Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : Apabila seseorang daripada kamu sedang berpuasa pada suatu hari, janganlah berbicara tentang perkara yang keji dan kotor. Apabila dia dicaci maki atau diajak berkelahi oleh seseorang, hendaklah dia berkata: Sesungguhnya hari ini aku berpuasa, sesungguhnya hari ini aku berpuasa” (Bukhari-Muslim)

Puasa membuat kita mampu menjaga lidah agar tidak menyakiti saudara muslim kita lainnya, karena tentu saja kita tidak mau puasa kita menjadi sia sia saja, karena hanya memperoleh rasa lapar dan haus saja.  Karena itu jika kita berpuasa, tapi kita berkata dusta atau menyakiti orang lain, maka sia-sialah puasa kita.

“Dari Abu Hurairah ra : katanya Rasulullahshalallahu 'alaihi wasallam berabda : “Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat jahat (padahal dia puasa), maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minum” (Bukhari)

Bahkan lailatur Qadar hanya terjadi dibulan Ramadhan saja, dimana Rasulullah memberikan petunjuk waktu malam Lailatul Qadar itu terjadi 7 hari malam terakhir Ramadhan atau dimalam 27.

Dari Ibnu Umar ra bahwa beberapa shahabat Nabi shalallahu 'alaihi wasallam melihat lailatul qadr dalam mimpi tujuh malam terakhir, maka barangsiapa mencarinya hendaknya ia mencari pada tujuh malam terakhir.”  (Muttafaq Alaihi)
Dari Muawiyah Ibnu Abu Sufyan ra bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang lailatul qadar : “Malam dua puluh tujuh.” (Abu Daud)

Dan Ramdhan merupakan bulan yang memberikan kesempatan kepada orang orang yang beriman untuk mengumpulkan pahala sebanyak banyaknya dengan ibadah sunnah yang hanya boleh dilakukan dibulan Ramadhan saja, seperti shalat Tarawih dan berdo'a diwaktu malam Lailatur Qadar. Selain itu Allah menyempurnakan kesucian Ramadhan dengan menurunkan Al Qur'an kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pada 17 Ramadhan.

Dari ‘Aisyah ra bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tahu suatu malam dari lailatul qadr, apa yang harus aku baca pada malam tersebut? Beliau bersabda : “bacalah : Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa' fu 'anni yang artinya Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku.” (Riwayat Imam Lima selain Abu Dawud).

Nabi biasa melakukan shalat sunnat malam (Tarawih) pada bulan Ramadhan : Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lampau.” (HR Bukhari)

Manfaat Shaum Ramadhan


Selama sebulan puasa selama Ramadhan, umat Islam jalani runititas sahur, menahan diri dari makan, minum & seks, serta amalan ibadah. Penelitian menunjukkan bahwa pengaturan dan pembatasan asupan kalori meningkatkan kinerja otak. Subhanallah, puasa Ramadhan terbukti bermanfaat untuk membentuk struktur otak baru dan merelaksasi sistem saraf. Otak merekam kegiatan yang dilakukan secara simultan. Begitu juga dengan aktivitas puasa. Selama satu bulan, tubuh diajak menjalani rutinitas sahur, menahan diri dari makan, minum, dan seks, kemudian berbuka di petang hari serta menjalankan ibadah Ramadan lainnya.

Berpuasa menjadi bagian dari perintah agama. Sementara itu agama dan spiritualitas merupakan bentuk perilaku manusia yang dikontrol otak. Ketua Centre for Neuroscience, Health, and Spirituality (C-NET) Doktor Taufiq Pasiak mengatakan bahwa puasa menjadi latihan mental yang berkaitan dengan sifat otak, yakni neuroplastisitas. “Sel-sel otak dapat mengalami regenerasi dan membentuk hubungan struktural yang baru, salah satunya karena latihan mental yang terus-menerus,” kata Taufik. Bahasa awamnya, kata dia, apabila seseorang melakukan perbuatan baik secara terus-menerus, struktur otaknya akan berubah. Waktu yang dibutuhkan untuk mengubah sel saraf itu minimal 21 hari. Menurut Taufik, puasa adalah latihan mental yang menggunakan perantara latihan menahan kebutuhan fisik (makan, minum, seks).

Selain membentuk struktur otak baru, Taufik menjelaskan bahwa puasa merelaksasi sistem saraf, terutama otak. Tetapi ada perbedaan mendasar antara relaksasi sistem pencernaan dan sistem saraf. Selama puasa, sistem pencernaan benar-benar beristirahat selama sekitar 14 jam, sementara di dalam otak orang yang berpuasa justru terjadi pengelolaan informasi yang banyak.

Contohnya, kata dia, otak dapat mengingat dengan baik di saat tenang dan rileks. Ketika tidur, biasanya orang bermimpi. Kenapa? Karena di waktu ini otak hanya menerima dan mengelola informasi yang berasal dari dalam dirinya. Di dalam Al-Quran, menurut Taufik, ada istilah an-nafsul-muthmainah (jiwa yang tenang) karena memang dalam suasana tenang orang dapat berpikir dengan baik dan memiliki kepekaan hati yang tajam. “Ketenangan membuat kita tidak reaktif menghadapi permasalahan,” katanya.

Luqman Al-Hakim pernah menasihati anaknya, “Wahai anakku, apabila perut dipenuhi makanan, maka gelaplah pikiran, bisulah lidah dari menuturkan hikmah (kebijaksanaan), dan malaslah segala anggota badan untuk beribadah.”

Otak terdiri atas triliunan sel yang terhubung satu dengan lainnya. Di dalamnya bisa disimpan 1 miliar bit memori atau ingatan. Ini sama dengan informasi dari 500 set ensiklopedia lengkap. Di dalam otak, ada sel yang disebut sebagai neuroglial cells. Fungsinya sebagai pembersih otak. Saat berpuasa, sel-sel neuron yang mati atau sakit akan ‘dimakan’ oleh sel-sel neuroglial ini. Fisikawan Albert Einstein dikenal sebagai orang yang suka berpuasa. Ketika mendonasikan tubuhnya, para ilmuwan menemukan sel-sel neuroglial di dalam otak Einstein 73 persen lebih banyak ketimbang orang kebanyakan.

Sebuah penelitian yang dilakukan John Rately, seorang psikiater dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pengaturan dan pembatasan asupan kalori meningkatkan kinerja otak. Dengan alat functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI), Rately memantau kondisi otak mereka yang berpuasa dan yang tidak. Hasilnya, orang yang shaum memiliki aktivitas motor korteks yang meningkat secara konsisten dan signifikan.

Taufik mengatakan bahwa puasa adalah salah satu bentuk tazkiyatun nafs (menumbuhkan nafsu) dan tarbiyatun iradah (mendidik kehendak). Karena itu, sejak niat puasa, perilaku selama berpuasa dan ritual-ritualnya berada dalam konteks memperbaiki nafsu, menumbuhkan, kemudian mengelola kemauan-kemauan manusia.

sumber: Voice of Islam

Selasa, 09 Agustus 2011

Membedakan Bid'ah dan Kebiasaan


saat ini makin bermunculan segolongan manusia yg dengan mudah-nya menilai sesuatu secara spontan dan instan. tanpa melihat lebih dalam, mereka mudah sekali menilai dan menetapkan ijtihad pribadi di kalangan manusia yg terkesan nyeleneh. karena mudahnya berijtihad maka tidak heran golongan manusia ini akan dengan mudah-nya memvonis golongan lain yg tidak sefaham dengannya. Mungkin tujuan mereka berijtihad dan berfatwa itu adalah baik, demi maslahat dan kehati-hatian. namun apabila hal ini dilakukan tanpa ilmu yg memadai, tanpa bermusyawarah dengan orang2 yg kompeten, dan sembrono (di depan umum) maka yg terjadi adalah syubhaat atau kerancuan. Bahkan bisa juga memicu ketidakrukunan dan suuzhon. Hal2 sepele ini tidak memberi manfaat dan keberkahan, melainkan dosa.

Kriteria Bid’ah.
Menurut Imam Asy-Syatibi dalam I’tishom, bid’ah bukan saja penambahan terhadap syariat/kententuan dalam agama, khususnya yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh (ibadah murni), tetapi juga pengurangan dan modifikasi terhadap perkara ibadah mahdhoh tersebut. Bahkan menurutnya, orang yang mengerjakan bid’ah, secara tidak sadar, orang itu telah jatuh dalam kekufuran. Sebagaimana dalil berikut:

“Allah tidak akan menerima puasanya orang yang berbuat bid’ah: shalatnya, shodaqohnya, hajinya, umrahnya, jihadnya, amalan wajib-unya, dan amalan sunnahnya, ia keluar dari islam sebagaimana keluarnya helai rambut dari tepung adonan (HR. Ibnu Maajah)”
“Allah menolak untuk menerima amal perbuatan bid’ah hingga dia meninggalkan bid’ahnya. (HR.Ibnu Maajah)”

Imam Muhammad Abdurrohman Al-Mubarokfuri (salah satu ahli hadits asal India), yang menyusun kitab syarah Sunan at-Tirmidzi, menerangkan lebih gamblang lagi bahwa bid’ah adalah suatu jalan di dalam agama yang dibuat-buat tanpa dalil, yang menyerupai syariat agama, yang diyakini bahwa hal tersebut lebih afdhol. Yakni semua perbuatan yang menyerupai ibadah namun tidak ada dalilnya atau dasar dalilnya dari Al Quran, Al Hadits, maupun fatwa Khulafaur-Rosyidiin. Biasanya orang yang mengerjakannya bertujuan supaya lebih khusu’ atau lebih mantap. Pengertian bid’ah ini terbatas pada bentuk ibadah mahdhoh (ibadah murni) semisal sholat, wudhu, adzan, puasa, haji, dan lain-lain. Adapun bid’ah idhofiyyah merupakan bid’ah yg tercipta dari dua sisi. Satu sisi mempunyai kebaikan, dimana satu sisi yg lain mempunyai ibadah ritual tertentu yg telah ditetapkan. Semisal yasinan dan tahlilan jika ada seseorang yg meninggal. Bagi sebagian pengikut “madzhaab” hal seperti ini diyakini sebagai suatu kewajiban dan keharusan. Maka tidak heran jika hal-hal semacam ini dinilai sebagai syariat baru.

Adapun kebiasaan, tidak harus selalu dikaitkan dengan bid’ah. hanya dengan alasan: “kan nggak ada hadits-nya”, maka kebiasaan- kebiasaan tertentu bisa dianggap bid’ah?. tidak juga, karena seharusnya kita mengerti bahwa suatu kebiasaan yg tidak ada hubungannya dengan penambahan, pengurangan, dan pemodifikasian terhadap suatu ibadah mahdhoh, jelas bukan bid’ah. kebiasaan yg dilakukan seseorang padahal itu bukanlah kebiasaan Rasulullah SAW, juga tidak serta merta jadi suatu bentuk bid’ah.

Fenomena kebiasaan para jamaah ber-maaf2an di awal Ramadhan atau di akhir Ramadhan, atau kebiasaan mudik ke kampung halaman utk silaturrahim kepada sanak famili. hal ini tidak bisa serta merta dibilang sebagai bid’ah (pembaharuan dlm agama). karena hal ini didasari bukan karena keyakinan bahwa hal tersebut adalah wajib dikerjakan, melainkan didasari karena targhib atau istihbaab (kesenangan) saja. dalam kata lain, hal tersebut biasanya dilakukan atas dasar memanfaatkan kesempatan.

jika dengan mudah-nya kebiasaan- kebiasaan baik itu dikatakan bid’ah, mengapa kebiasaan Bilal bin Rabah melakukan sholat sunnah 2 rakaat setelah berwudhu tidak dikatakan bid’ah?. padahal Rasulpun tahu hal ini setelah Mi’raj dan beliau tidak membid’ahkan kebiasaan unik sahabat Bilal?
Mengapa kebiasaan imam Bukhori yg selalu melakukan sholat sunnah 2 rakaat sebelum memasukkan sebuah hadits ke dalam kitabnya, tidak dianggap bid’ah? padahal hal ini tidak pernah dicontohkan Rosul? apakah imam Bukhori tidak mengerti batas- batas bid’ah?

Sobat, banyak kebiasaan baik dan ibadah2 sunnah tathowwu (tambahan) yg bisa dikerjakan walaupun Rosul tidak pernah melakukan. contoh-nya anda beramar makruf di facebook, milis, atau dunia maya. siapa bilang hal ini diajarkan oleh Rasul? siapa bilang hal ini tidak berpahala?

Jangan lupa, dalam hadits yg diriwayatkan oleh Aisyah RA menerangkan bahwa Nabiyulloh senang dengan kebiasaan- kebiasaan kecil namun rutin/terbiasa dikerjakan. dan kebiasaan- kebiasaan baik sebagai tambahan pahala ini adalah umum (ijma), tidak spesifik diterangkan Nabi saw harus yg seperti ini ini ini, atau begini begini begini.

Seperti saling meminta maaf (halal bi halal), Nabiyulloh sendiri tidak memperinci bagaimana prakteknya. karena itu bukanlah ibadah mahdhoh semisal sholat, atau haji ke baitulloh. Tapi yg jelas, saling memaafkan itu adalah kelakuan/kebiasaan orang iman. Sebagaimana tercermin dari percakapan antara Raja Heraclius dan Abu Sufyan (sebelum masuk islam):

Dia (Raja Hiroqla/Heraclius/Hercules) bertanya lagi:
“Apa yang diperintahkannya kepada kalian? ”Aku (Abu Sufyan) jawab: “Dia menyuruh kami; ‘Sembahlah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan tinggalkan apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian (berhala). Dia (Muhammad saw) juga memerintahkan kami untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim”. (HR Bukhori)

Maka sekali lagi jangan terpengaruh dengan orang-orang gemar melontarkan hal-hal bid’ah, namun hakikatnya ia sendiri belum mengerti apa yg mereka katakan.
nah yg nama-nya biasa/rutin itu bisa setiap saat, setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun… adapun kebiaaan/kerutinan tidak disebutkan secara saklek (ma’nawi).
dalam kaidah fiqih pun dijelaskan oleh imam Ahmad bin Hanbal:
HUKUM ASAL KEBIASAAN ADALAH MUBAH
والأصل في عاداتنا اﻹباحة حتى يجيء صارف اﻹباحة
Hukum asal adat (kebiasaan) adalah ibahah (mubah), sampai datang (sesuatu) yang memalingkan ibahah itu.
HUKUM ASAL IBADAH MAHDHOH/SYARIAT ADALAH HARAM
وليس مشروعا من الأمور غير الذي في شرعنا مذكور
Tidaklah suatu perkara disyari’atkan selain yang telah disebutkan dalam syari’at (islam)
So, mudah2an kita semua bisa membedakan mana bid’ah, mana kebiasaan baik.
demikian, smg barokah.
.